I.
PENDAHULUAN
Pencemaran udara terjadi karena masuknya zat baru atau
berbeda yang dapat menggangu
lingkungan sekitar. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun
1982, pencemaran lingkungan atau
polusi adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan,
atau berubahnya tatanan lingkungan oleh
kegiatan manusia oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai peruntukkannya (Abidin, dkk., 2019).
Data Kementerian ESDM mencatat, bahwa pada tahun 2016 sektor transportasi di Indonesia yang menjadi
penyebab pencemaran udara mencapai 1,28 juta ton CO2 dengan
rata-rata peningkatan 6,7% per tahun (Wijaya, dkk., 2021), yang bila dibandingkan dengan jumlah
kendaraan BBM pada tahun 2018 hanya mencapai
146 juta.
Peningkatan jumlah unit kendaraan tiap tahunnya di Indonesia mengakibatkan peningkatan produksi emisi.
Pada tahun 2050, diperkirakan jumlah
emisi yang diproduksi oleh kendaraan BBM meningkat dua kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya apabila tidak dilakukan
tindakan mulai dari sekarang (Yong, dkk., 2015). Dengan peningkatan penghasilan emisi kendaraan
BBM maka pemerintah menawarkan solusi berupa pengalihan kendaraan BBM menjadi kendaraan listrik
dengan tujuan menuju Indonesia bebas emisi pada kendaraan
BBM, dibuktikan pada Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2019 tentang
Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis
Baterai atau Battery Electric Vehicle (Dani, 2020).
Kendaraan listrik merupakan
inovasi terbaru yang dipercaya dapat mengurangi tingkat
produksi emisi pada kendaraan BBM dengan tiga komponen ramah lingkungan, yaitu baterai, motor eletrik, dan charger. Menurut data Rencana Umum Energi Nasional
(RUEN), pada tahun 2050 Indonesia
wajib mencapai sebanyak 2.200 unit kendaraan listrik roda empat dan 2,1 juta unit kendaraan
listrik roda dua (Nur dan Kurniawan, 2021).
Pertanyaannya, apakah hanya dengan mengatasi
pengurangan emisi pada kendaraan
BBM dapat benar-benar membuat Indonesia menjadi lebih hijau? Perlu diingat bahwa gas buang atau emisi
dapat disebabkan oleh 3 hal, yaitu transportasi, pembangkit listrik, dan industri
pabrik. Menurut (Fakhrizal, 2022), seiring dengan perkembangan teknologi dan pertumbuhan
penduduk, maka penggunaan energi listrik
akan lebih besar dan manusia
lebih bergantung pada energi
listrik. Hingga saat ini penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi kontributor pembangkitan terbesar di
Indonesia dengan kapasitas
pemasangan mencapai 32,920
MW di tahun 2020 (Badan
Pusat Statistik, 2021).
Sedangkan emisi yang dihasilkan oleh PLTU sebesar 122,5 juta ton CO2 atau
70% dari seluruh emisi pembangkit listrik (Arinaldo, dkk., 2019).
Terdapat banyak jenis pembangkit listrik yang dapat
menjadi alternatif lainnya selain
PLTU dengan emisi terbesar, diantaranya seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG), Pembangkit
Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP),
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), serta Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
PLTS merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan,
dapat mengurangi biaya penggunaan listrik harian, serta dapat memonitoring penggunaan listrik melalui
aplikasi. Menurut data dari (Setiawan, 2022), kapasitas pemasangan
PLTS saat ini di Indonesia mencapai 62 MW dengan emisi yang dihasilkan oleh mencapai
20,32% (Sulistiawati dan Yuwono,
2019).
Indonesia yang mengalami peningkatan penggunaan energi
listrik di masa depan membutuhkan penyimpanan
energi berskala besar untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya oversupply, yaitu dengan
menggunakan penyimpanan energi listrik
berskala besar berupa menara di ruang lapang yang dapat mengubah
energi potensial gravitasi menjadi energi listrik, merupakan konsep dari Gravity Storage.
II. PEMBAHASAN
Pengalihan kendaraan BBM menjadi kendaraan
listrik akan mengakibatkan penggunaan energi listrik
lebih besar (oversupply). Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang saat ini mendominasi di Indonesia
juga menyebabkan produksi emisi meningkat. Atas permasalahan tersebut,
diperlukan peralihan PLTU menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). PLTS adalah pembangkit
listrik yang mengubah energi surya menjadi energi listrik. Pembangkitan listrik dengan energi surya dapat dilakukan secara langsung menggunakan fotovoltaik atau secara
tidak langsung dengan pemusatan energi surya. Dalam kajian ini, penulis menggunakan PLTS yang memakai fotovoltaik (Wikipedia,
2017).
Selain itu, penerapan
penyimpanan energi listrik
berskala besar akan sangat dibutuhkan untuk kedepannya. Penyimpanan energi listrik berskala
besar diantaranya yaitu Lithium
Ion, Flow, Hydrogen, Pumped Storage
Hydro, dan Gravity Storage. Diantara penyimpanan energi tersebut, Gravity Storage menjadi teknologi penyimpanan energi berskala besar yang
paling tahan lama, paling ekonomis,
dan memiliki efisiensi siklus yang tinggi (80% - 90%) jika dibandingkan dengan penyimpanan energi
skala besar lainnya (40% - 80%). Gravity Storage merupakan konsep penyimpanan energi dengan cara mengubah
energi potensial gravitasi menjadi energi listrik. Gravity Storage juga
menggunakan sumber daya alami sehingga tidak menghasilkan polusi udara dan tidak memiliki risiko kebakaran
yang disebabkan oleh zat kimia. Selain
itu, penyimpanan energi ini memiliki kemampuan beradaptasi geografis yang baik, memungkinkan pengoperasian yang andal di lingkungan panas maupun
lembab (Tong, dkk., 2022). Sehingga Gravity Storage merupakan tempat
penyimpanan energi skala besar yang paling
tepat untuk digunakan.
Gravity Storage
telah diterapkan di beberapa negara;
Swiss memulai proyek Gravity Storage sejak
tahun 2018 dan pada Juli 2020 baru saja menyelesaikan pembangunannya. Kini Swiss
sedang dalam tahap pengujian akhir dan uji coba perangkat lunak (Vault, 2021). Sedangkan di China menerapkan Gravity Storage dengan menggunakan balok seberat 30 ton pada menara
derek 6 lengan (Bellini,
2022).
Untuk menghasilkan energi listrik dari Gravity Storage, diperlukan energi potensial
gravitasi untuk memindahkan massa ke arah yang berlawanan dengan gravitasi bumi.
Dinyatakan dengan persamaan:
ΔE = m
x g
(h1-h2)
Keterangan:
E = jumlah total
energi yang dihasilkan ( N) m = massa benda (kg)
g = percepatan
benda akibat gravitasi
(m/s2) h1 = ketinggian
awal benda (m)
h2 = ketinggian akhir benda (m)
Perubahan energi secara langsung berhubungan dengan massa yang berpindah secara vertikal; semakin
tinggi massa yang diangkat, semakin
banyak energi potensial
gravitasi yang tersimpan. Perubahan energi juga berhubungan
langsung dengan massa suatu benda; semakin berat massanya, semakin
besar perubahan energinya
(Wikipedia, 2022).
Gravity Storage bekerja dalam bentuk menara, terdiri dari massa berat, roda gigi, tali kawat, generator,
inverter, dan sistem pembangkit listrik yang
dalam hal ini menggunakan tenaga surya. Gambar 1 menunjukkan rancangan sistem Gravity
Storage. Pada saat cuaca cerah, panel
surya menerima radiasi matahari sehingga elektron bergerak dan menghasilkan
arus listrik pada sel panel. Arus listrik
menghasilkan daya pada terminal sel surya. Inverter
mengubah arus searah menjadi arus bolak-balik untuk digunakan dalam jaringan. Energi listrik dari proses ini kemudian digunakan
dalam mesin listrik, mengubah energi listrik menjadi
energi mekanik yang bekerja pada pengangkatan
massa berat melalui pusat kendali sistem katrol. Ketika massa berat naik, energi potensialnya meningkat
dan saat mencapai bagian atas, energi
tersebut kemudian disimpan sebagai energi potensial gravitasi (Ruoso, dkk., 2019).
Ketika permintaan energi
meningkat dalam periode
tanpa matahari, seperti
malam, maka akan terjadi pelepasan
energi. Massa dilepaskan turun
dan generator merubah
energi potensial gravitasi
menjadi energi listrik.
Energi yang dihasilkan dari Gravity
Storage adalah bentuk energi terbarukan (Wikipedia, 2022).
Energi listrik yang dihasilkan akan dialirkan melalui tiang listrik ke rumah penduduk, sehingga mereka bisa mengisi ulang kendaraan listrik ataupun untuk kebutuhan listrik lainnya menggunakan listrik dari Gravity Storage. Gambar 2. menunjukkan alur proses Gravity Storage.
Gambar 2. Skema Gravity Storage
Gravity Storage akan menyediakan pengalihan sumber daya menjadi energi listrik yang luar biasa. Tetapi akan dibutuhkan banyak menara Gravity Storage yang menyebabkan dibutuhkannya pula lahan yang luas. Gambar 3 menunjukkan lahan menara Gravity Storage. Selain itu penggunaan tiang listrik yang banyak juga akan mengeluarkan banyak biaya, dan untuk benar-benar merealisasikan ide ini, butuh usaha yang serius dari pemerintah.
Solusi atas masalah
yang akan terjadi
jika dilakukan pengalihan kendaraan BBM menjadi
kendaraan listrik yaitu dengan menggunakan Gravity Storage. Jika penggunaan kendaraan
BBM diganti menjadi
kendaraan listrik, akan timbul penggunaan listrik yang lebih banyak dan akan terjadi emisi karbon. Dengan Gravity Storage, hal tersebut bisa dihindari.
Gravity Storage yaitu konsep
penyimpanan energi berskala besar dan
tahan lama dari sumber daya, sehingga tidak akan menyebabkan emisi karbon ataupun risiko berbahaya lainnya seperti kebakaran
yang disebabkan
oleh zat kimia. Karena
itu penulis memilih
Gravity Storage sebagai solusi
atas permasalahan yang akan
terjadi.
III.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kendaraan listrik tidak ramah lingkungan. Fakta bahwa
setiap proses pemenuhan sumber daya
kendaraan listrik di Indonesia masih mengandalkan pembangkit
listrik dengan produksi emisi yang mencapai 122.5 juta ton CO2. Ditambah lagi
pengalihan kendaraan BBM menjadi kendaraan listrik akan mengakibatkan penggunaan energi listrik lebih besar (oversupply). Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) yang saat ini mendominasi di Indonesia juga menyebabkan produksi emisi meningkat.
Dari permasalahan tersebut,
disimpulkan bahwa PLTU perlu
dialihkan ke Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Selain itu akan dibutuhkan juga penerapan penyimpanan energi listrik jangka panjang dan berskala besar untuk kedepannya. Atas permasalahan tersebut, Gravity Storage menjadi solusi dari pencegahan terjadinya oversupply
di masa depan. Dibandingkan dengan penyimpanan
energi lainnya, diketahui bahwa Gravity
Storage lebih ramah lingkungan. Terlebih
bila divariasikan dengan PLTS yang nol emisi.
Ide solusi atas permasalahan dalam kajian ini perlu
dilakukan riset lebih lanjut.
Penulis berharap adanya bantuan dari peneliti untuk dilakukannya
riset atas ide ini. Penulis juga mengharapkan peran yang sangat besar dari pemerintah, Perusahaan Listrik Negara (PLN), serta inventor Indonesia
atas ide ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Jainal.,
Hasibuan, Ferawati Artauli.,
2019 . Pengaruh Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan
Untuk Menambah Pemahaman
Masyarakat Awam Tentang
Bahaya Dari Polusi Udara. Prosiding
Seminar Nasional Fisika
Universitas Riau IV.
Arinaldo, Deon., Mursanti, Erina.,
Tumiwa, Fabby., 2019. Implikasi Paris Agreement terhadap
Masa Depan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara
di Indonesia. Institute
for Essential Services Reform (IESR), 1-12.
Badan Pusat
Statistik, 2021. Kapasitas Terpasang PLN menurut Jenis Pembangkit Listrik (MW), 2018-2020. Badan Pusat
Statistik. Diakses pada November 17, 2022, dari https://www.bps.go.id/indicator/7/321/1/kapasitas-terpasang-pln- menurut-jenis-pembangkit-listrik.html
Bellini, Emiliano., 2022. Energy Vault to Deploy 2 GWh of Gravity Storage
in China. pv magazine. Diakses pada 17 November 2022, dari https://www.pv- magazine.com/2022/09/16/energy-vault-to-deploy-2-gwh-of-gravity-storage-in- china/
Dani,
A. W., 2020 . Kajian Tentang Uji Jalan Kendaraan Listrik Dengan Studi Kasus Perjalanan Bandung Jakarta. Jurnal Teknologi Elektro, Vol. 11(No.
2), hal. 64-71.
Energy Vault., 2021.
EV1 Commercial Demonstration Unit. Energy Vault. Diakses
pada 17 November 2022, dari https://www.energyvault.com/cdu
Fakhrizal, Muhammad
Miftah., 2022. Euforia Kendaraan Listrik, Apakah Sehijau yang Kita Pikirkan?. Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Diakses pada 17 November 2022, dari https://www.its.ac.id/news/2022/03/11/euforia-kendaraan-listrik-apakah-sehijau- yang-kita-pikirkan/
Irving, Michael.,
2020. Prototype Gravity-Based Energy
Storage Systen Begins
Construction. New Atlas. Diakses pada 17 November 2022, dari https://newatlas.com/energy/gravitricity-gravity-renewable-energy-storage- system/
Lane, Alasdair., 2022. Can Gravity Batteries
Solve Our Energy Storage Problems?. BBC. Diakses pada 17 November 2022, dari https://www.bbc.com/future/article/20220511-can-gravity-batteries-solve-our- energy-storage-problems
Nur,
A. I. & Kurniawan, A. D., 2021. Proyeksi Masa Depan Kendaraan Listrik di Indonesia: Analisis Perspektif Regulasi
dan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim yang Berkelanjutan. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, Vol.
7(No. 2), hal. 197 - 220.
Ruoso, Ana Cristina.,
Caetano, Nattan Roberto., Rocha, Luiz Alberto Oliveira., 2019. Storage
Gravitational Energy for Small Scale Industrial and Residential Applications. Journal Inventions. hal. 1-13.
Setiawan,
Verda Nano., 2022. Duh, Pembangunan PLTS Atap 450 MW Tahun Ini Ditunda. CNBC
Indonesia. Diakses pada
November 17, 2022, dari https://iesr.or.id/v2/publikasi_file/PLTU-dan-Paris-Agreement.pdf
Sulistiawati, Eka., Yuwono, Bambang Endro., 2019. Analisis Tingkat
Efisiensi Energi Dalam
Penerapan
Solar Panel Pada Atap Rumah Tinggal. Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks IPTEKSEN,
325-330.
Tong, Wenxuan., Lu, Zhengang., Chen, Weijiang., Han, Minxiao., Zhao, Guoliang.,
Wang, Xifan., Deng, Zanfeng., 2022. Solid
Gravity Energy Storage: A Review. The Journal of Energy Storage, hal. 1-30.
Wikipedia., 2022. Gravity Battery. Wikipedia.
Diakses pada 16 November 2022, dari https://en.wikipedia.org/wiki/Gravity_battery#Mechanisms_and_parts
Wikipedia., 2017. Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Wikipedia. Diakses pada 17 November 2022, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pembangkit_listrik_tenaga_surya
Penulis: Alya Febriana Cipta
Editor: Alya Febriana Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar