Energi
merupakan salah satu kebutuhan utama dan sangat penting bagi kelangsungan hidup
manusia. Kebutuhan manusia akan energi terus mengalami peningkatan seiring
dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun, sehingga pemenuhan akan tingginya
permintaan sulit terpenuhi karena terbatasnya lokasi dan jumlah energi yang
dapat diambil. Pada akhirnya hal ini menjadi problem besar yang harus dihadapi
oleh dunia internasional saat ini.
Krisis
energi merupakan suatu kondisi dimana kebutuhan akan energi tidak dapat
dipenuhi secara sempurna, kekurangan dalam persediaan sumber daya energi ke
ekonomi. Krisis ini merunjuk pada kekurangan minyak bumi, listrik, batu bara
dan sumber daya lainnya. Tidak lagi ditemukannya cadangan dalam jumlah yang
besar pada rentang waktu terakhir membuat hampir seluruh dunia menjadikan
permasalahan energi menjadi problem besar yang perlu ditangani secara serius.
Beberapa
penyebab terjadinya krisis energi, yaitu konsumsi berlebihan dan pemborosan
energi. Adanya tekanan dan penggunaaan energi berlebihan pada bahan bakar fosil
seperti minyak, gas dan batu bara karena konsumsi berlebihan. Akibatnya dapat
membebani sumber daya air dan oksigen dengan menyebabkan polusi dan upaya pengurangan
limbah menjadi sumber penghematan energi tidak mampu menangani krisis energi. Sehingga,
membutuhkan tindakan baik pada tingkat individu maupun kolektif. Pemborosan dan
penggunaaan energi secara berlebihan terjadi karena didukung oleh peningkatan
populasi dunia dan tingginya permintaan akan energi. Permintaan energi akan
diperkuat oleh ledakan demografis dan ekonomi di daerah-daerah yang sedang
berkembang. Diperkirakan bahwa populasi dunia akan mencapai hampir 10 miliar
orang pada tahun 2050. Menurut Badan Energi Internasional (IEA), permintaan
energi global dapat meningkat lebih dari 50% pada tahun 2030 tanpa adanya
kebijakan publik di bidang ini.
Selanjutnya
pilihan energi terbarukan masih tetapi tidak digunakan atau kurang dimanfaatkan
disebagian besar negara, yang masih saja bergantung kepada penggunaan batu
bara. Selain itu, keterlambatan dalam Commissioning Pembangkit Listrik.
Hasilnya, sistem berada dibawah tekanan besar untuk memenuhi permintaan listrik
sehari-hari. Ketika pasokan tidak sesuai dengan permintaan, hal tersebut dapat
mengakibatkan pelepasan beban bahkan pemadaman sistem.
Infrastruktur
dan sistem distribusi yang buruk juga menjadi salah satu faktor penting krisis
energi. Beberapa negara di dunia masih menggunakan peralatan usang yang
membatasi produksi energi yang efisien dan efektif. Pemadaman listrik, gangguan
saluran dan gangguan pasokan adalah akibat dari sistem distribusi yang buruk
menyebabkan pasokan energi menjadi lebih mahal.
Kecelakaan-kecelakaan
besar seperti patahan atau putusnya jalur utama, dan bencana alam seperti
kekeringan, banjir, angin topan, letusan gunung berapi, dan gempa bumi
menyebabkan terhentinya pasokan energi. Perang antar negara juga dapat
menghambat pasokan energi, terutama jika terjadi di negara-negara Timur Tengah
seperti Arab Saudi, Irak, Iran, Kuwait, UEA, atau Qatar sebagai pemasok energi
utama atau minyak. Hal ini menyebabkan kenaikan harga minyak dan kelangkaan
global yang pada gilirannya memiliki efek riak yang menyebabkan masalah bagi
konsumen energi.
Selain
itu, kenaikan pajak, pemogokan, peristiwa politik, musim panas yang parah atau
musim dingin yang dingin dapat menyebabkan peningkatan permintaan energi secara
tiba-tiba dan dapat menghambat pasokan.
Diketahui
pada tahun 2003 sampai 2004, peningkatan konsumsi energi mengalami peningkatan
rata-rata hingga 1.6 % sampai 4.3%. batu bara dan gas bumi saat ini masih
menjadi sumber daya listrik utama yang digunakan oleh berbagai negara. Sehingga
naiknya harga batu bara dan gas alam pada tahun 2021 menjadi kenaikan tertinggi
dalam sejarah dan terjadi dalam waktu singkat. Hal ini memicu krisis energi
dunia pada 2021 yang pada akhirnya krisis ini banyak mengubah posisi
negara-negara maju untuk tidak terburu-buru dalam menghentikan penggunaan batu
bara. Adanya krisis energi saat ini disebabkan adanya global recovery dari pandemi
yang pesat dan diluar perkiraan. pemulihan ekonomi global pasca Pandemi
covid-19 yang melanda dunia telah menghambat hampir seluruh aktivitas ekonomi.
Ketika aktivitas ekonomi menurun, maka permintaan konsumen terhadapat kebutuhan
energi juga menurun. Di samping itu,
transisi energi hijau juga belum dapat menutup sepenuhnya penggunaan energi batu
bara dan gas bumi.
Problem
utama yang dihadapi oleh dunia dan indonesia adalah perlunya kebutuhan listrik
yang terus meningkat setiap tahun, namun tetap mempertimbangkan pengendalian
pemanasan global. Hampir seluruh negara didunia berlomba-lomba dalam mengurangi
emisi, terutama dari sektor energi. negara-negara tersebut mulai menonaktifkan
pembangkit listrik batu bara dan menjadikan gas alam sebagai penggerak utama
energi. Akan tetapi pada kenyataannya hal tersebut tidak sepenuhnya efektif, di
negara eropa dan inggris sedang mengalami krisis energi yang disebabkan karena Tenaga
angin di laut utara yang menjadi andalan di Inggris, Jerman, dan Denmark serta
tenaga hidro di Norwegia. Sekarang, kedua sumber tersebut mengering, angin
tidak bertiup, dan ketinggian air di Norwegia merosot. Bahkan, Amerika Selatan
juga menghadapi masalah yang sama.
Semua
hal ini menjadi sebuah resep untuk ‘the perfect storm’, sebuah krisis energi
global yang belum pernah terjadi dalam sejarah yang akhirnya menyebabkan terjadinya
lonjakan tarif listrik tertinggi dalam sejarah dunia. Sehingga implementasi
sumber energi terbarukan sangat penting untuk terus dikembangkan di Indonesia. Bila
tetap bergantung kepada energi fosil maka akan menimbulkan ancaman serius, yaitu
menipisnya cadangan batu bara dan minyak
bumi, kenaikan/ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar
dari produksi dan polusi gas rumah kaca
(terutama CO2 ) akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Energi
terbarukan yang paling sering digunakan saat ini adalah tenaga surya dan
turbin. Kedua sumber energi ini bersifat intermiten dan daya yang dihasilkan
tidak sebanyak yang diharapkan. Sehingga masih diperlukan energi yang lebih
ramah lingkungan sekaligus lebih memiliki potensi penghasil energi yang tinggi.
Pada
Rabu 10 November 2021, dalam Diseminasi Hasil Kajian Akademik Nuklir sebagai
Solusi Energi Ramah Lingkungan PSLH UGM, Dra. Riyatun, M.Si, Dosen Fisika UNS, menyatakan
bahwa energi saat ini harus memenuhi 2 aspek penting yaitu dari segi cost,
reability, large scale dan minimal impact on the environment &
ecosystem. Salah satu energi alternatif utama yang dapat memenuhi tingginya
kebutuhan akan energi yaitu nuklir.
Hal
ini dapat dibuktikan dengan melihat salah satu negara di eropa yang tidak
terlalu terpengaruh dengan krisis energi bahkan masih menjadi net exporter
energi kedua terbesar setelah Norwegia, yaitu Prancis. Hal ini dapat terjadi
karena Prancis melakukan banyak perencanaan yang berdasarkan fakta dan data
yang sebenarnya bukan berdasarkan asumsi atau keyakinan yang tidak mendasar. Membuktikan
keandalan nuklir tidak berpengaruh
terhadap efek volatilitas bahan bakar serta menafikan bahwa nuklir merupakan
teknologi yang sudah terbukti andal dan memiliki tingkat keselamatan tertinggi.
Nuklir
merupakan solusi ramah lingkungan yang lebih efisien dalam menghasilkan energi berkelanjutan untuk mengejar Indonesia
sejahtera dan rendah karbon pada tahun 2050. Nuklir telah berkonstribusi
sebagai salah satu bauran energi bersih dunia dalam menghilangkan lebih dari 70
giga ton gas rumah kaca. Nuklir memenuhi 6 kriteria green energy, yaitu tidak
adanya emisi, mempunyai footprint yang kecil, sumber energi tidak merusak
ekosistem, harus memperhatikan pengelolaan limbah, berkelanjutan, dan
terjangkau. Pengaplikasian nuklir dalam pemenuhan energi yaitu dengan
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Prinsip kerja sebuah PLTN hampir sama dengan
sebuah Pembangkilt Listrik Tenaga Uap, bertekanan tinggi untuk memutar turbin.
Putaran turbin inilah yang diubah menjadi energi listrik.
Krisis
energi dunia merupakan salah satu isu intens yang sedang dibicarakan dalam
dunia nasional dan internasional. Permasalahan
ini telah memberikan dampak buruk terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, terutama
terhadap prokonomian masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekonomi tidak
dapat mengandalkan energi yang bergantung kepada cuaca maupun ekonomi tidak
dapat terlalu bergantung kepada energi yang memiliki volatilitas harga yang
tinggi, dengan kata lain komponen harga bahan bakar tidak boleh menjadi faktor
dominan dalam biaya pokok produksi listrik.
Smart
grid
dan battery storage tidak selalu dapat menjadi solusi intermittency
dan yang terpenting ialah dalam phasing-out energi fosil harus digantikan
dengan energi bersih yang memiliki kemampuan, keandalan dan keekonomian yang
setara dengan energi fosil. Salah satu energi yang dapat dijadikan sumber
energi terbaru yaitu nuklir.
Penulis:
Fiqih Nur Istiqamah
Editor: Nauval Afif Muhammad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar