Saat ini Patriarki masih terus menjadi perdebatan tak berakhir di Indonesia. Tradisi yang mengarah pada
penempatan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan masih terus Indonesia. Patriarki sendiri adalah
sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan
mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.
Dalam domain keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan
harta benda. Adanya patriarki menimbulkan jarak yang sangat jauh antara gender yang berakibat
banyak efek pada kaum minoritas, yaitu kaum Wanita. Nyatanya kaum gender tetaplah sama sebagai
mahluk ciptaan tuhan.
Faktanya dalam sejarah, Indonesia pernah memiliki pejuang yang memperjuangkan kesamaan
kedudukan antara perempan dengan laki-laki. Dilatarbelakangi oleh pembatasan perempuan untuk
memperoleh pendidikan formal di masa lalu, Kartini mulai melakukan perjuangannya
mengkampanyekan kesetaraan gender melalui tulisan-tulisannya. Walaupun kesetaraan gender di masa
lalu tidaklah separah di masa lalu. Namun tetap saja stigma tersebut tetap tidak bisa dibiarkan begitu
saja. Oleh karena itulah mengapa persoalan patriarki telah banyak ditentang serta munculnya beberapa
pergerakan. Contohnya adalah Gerakan Feminisme, Feminisme sendiri adalah serangkaian gerakan
sosial, gerakan politik, dan ideologi yang memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendefinisikan,
membangun, dan mencapai kesetaraan gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi, dan sosial.
Kebanyakan orang berpikir kesetaraan gender adalah soal setara mengenai fisik. Seperti perempuan bisa
melakukan hal berat seperti yang laku-laki lakukan. Juga pemikiran kesetaraan dalam pria dapat
memukul Wanita begiti saja. Keseteraan gender sendiri dimaksudkan dalam tuntutan para Wanita
kesamaan hak memperoleh Pendidikan, pekerjaan, serta hal lainnya tanpa adanya perbedaan.
Adanya rasa superior pada kaum pria sebagai pemegang kekuasaan membuat posisi Wanita semakin
bersalah di mata orang. Berdasar dari catata tahunan 2021 Komnas Ham Perempauan, tercatat sejumlah
8.234 kasus yang ditangani oleh lembaga layanan mitra Komnas Perempuan, jenis kekerasan terhadap
perempuan tercatat; Kasus yang paling menonjol adalah di Ranah Personal (RP) atau disebut KDRT/RP
(Kasus Dalam Rumah Tangga/ Ranah Personal) sebanyak 79% (6.480 kasus). Diantaranya terdapat
Kekerasan Terhadap Istri (KTI) menempati peringkat pertama 3.221 kasus (50%), disusul kekerasan
dalam pacaran 1.309 kasus (20%) yang menempati posisi kedua. Posisi ketiga adalah kekerasan terhadap
anak perempuan sebanyak 954 kasus (15%), sisanya adalah kekerasan oleh mantan pacar, mantan
suami, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
Langgengnya patriarki dan stigma perempuan di mata pekerjaan domestic. Pekerjaan rumah tangga
sangatlah beragam mulai dari mengatur keuangan, kelincahan dalam mengasuh anak, menjaga
kebersihan, dan tugas lainnya. Semua hal itu dikuasai mutlak oleh perempuan. Sedangkan laki-laki
dituntut untuk mencari nafkah.
Jika dilihat ke belakang, hal itu memang wajar jika adanya pembagian tugas serta kesepekatan oleh
kedua pihak. Namun karena pemahaman hal tersebut lah yang membuat perempuan dituntut untuk
melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga. Bahkan Ketika perempuan telah berumah tangga dan memiliki
pekerjaan, perempuan masih kerap dituntut untuk melakukan seluruh pekerjaan tanpa
mempertanyakan pihak dari laki-laki.
Keseteraan gender dalam Agama dan hukum. Banyak yang berkata bahwa agama menjadi salah satu
factor mengapa budaya patriarki kental teratanam pada kehidupan manusia. Sebagaimana tertuang
dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 30 yang menyebutkan “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Khalifah
pada surat tersebut bermakna menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-Nya. Al-ZamakhsyarĂ®
menafsirkan makna khalifah pada surah ini tidak hanya berarti Adam (mewakili laki-laki).
Senada dengan argumen tersebut, Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menyebutkan bahwa yang
dimaksud makhluk yang diberi tugas adalah Adam dan anak cucunya. Al-Quran sendiri pun tidak
memberi petunjuk bahwa khalifah hanya ditujukan kepada kaum laki-laki. Dalam ajaran Islam, terdapat
empat sifat yang harus dimiliki seseorang dalam melaksanakan kepemimpinan, yakni berkata dan
berbuat yang benar, dapat dipercaya, cerdas, dan tidak menyembunyikan sesuatu.
Selain itu, seorang pemimpin juga harus penuh rasa sabar dan tabah, membawa masyarakatnya kepada
tujuan yang sesuai dengan petunjuk Allah, membudayakan kebaikan, taat beribadah, optimis, dan kuat
serta terpercaya. Dari beberapa kriteria tersebut, maka konsep kepemimpinan dalam Islam dapat
dilakukan oleh siapapun baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki kapasitas dan kapabilitas.
Dari semua itulah mengapa rantai budaya patriarki harus diputus oleh generasi sekarang. Segala hal
yang menyangkut ketidakseteraan gender harus diperjuangkan. Namun, tentu saja harus sesuai konteks
yang dimaksudkan. Dan juga kesetraan gender tidak bisa disalahgunakan dengan sewenang-wenangnya.
Penulis: Rezki Alya Pasrun
Editor: Waode Alifya Fatimah Azzahroh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar