Pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi dan panduan teknis bagi sekolah dan perguruan tinggi dalam mengembangkan pembelajaran yang berbasis pengembangan karakter, namun kenyataannya lembaga-lembaga pendidikan yang ada masih belum maksimal dalam mengembangkan karakter peserta didik, baik melalui pembelajaran maupun kegiatan pendidikan lainnya. Sekolah dan pendidikan tinggi masih mengembangkan aspek kognitif melalui pembelajaran yang menjejali peserta didiknya dengan materi yang bersifat hafalan dengan strategi dan metode pembelajaran konvensional. Hal inilah yang menyebabkan lulusan persekolahan dan pendidikan tinggi tidak memberikan resonansi yang signifikan terhadap perkembangan kepribadian dan karakter peserta didik, sehingga kurang “berdaya saing” dibandingkan dengan negara-negara lain.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat saat ini memaksa insan-insan pendidikan untuk merubah cara berpikir, bertindak, kebiasaan, penampilan, keberhasilan, nilai dan keyakinan, interaksi, dan komunikasinya. Pelaksanaan pembelajaran harus mampu membentuk manusia secara utuh untuk membentuk manusia yang belajar sepanjang hayat (lifelong learners). Pendidikan yang diberikan tidak hanya memberi penekanan pada “aspek akademik” saja, tetapi harus mengembangkan pendidikan karakter yang menyangkut aspek sosial, emosi, kreativitas.
Karakter dapat terbentuk melalui proses berpikir seseorang yang akan menuntunnya mengambil sikap. Sikap yang diputuskan akan memotivasinya kepada suatu tindakan yang dilakukan secara konsisten dan terus-menerus, sehingga menjadi kebiasaan (Suyanto, 2009). Selaras dengan itu, (Suharjana, 2011) menyebutkan karakter sebagai sebuah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menjadi ciri khas seseorang serta menjadi kebiasaan yang ditampilkan dalam kehidupan.
Menurut (Lickona, 1991), karakter mempuyai empat dimensi, yaitu sikap, minat, nilai, dan konsep diri. Sikap merupakan respon seseorang suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Dalam pembelajaran, perubahan sikap menjadi lebih positif seharusnya menjadi salah satu indikator keberhasilan pembelajaran. Untuk itu guru/dosen harus mampu mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran akan sikap positif yang dapat berkembang secara maksimal.
Budaya sekolah salah satu sarana bagi pengembangan karakter
Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak. Sedangkan dalam Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (2010) disebutkan bahwa karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.
Karakter siswa adalah melalui budaya sekolah. (Nasional, 2010) menyebutkan bahwa budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antaranggota kelompok masyarakat sekolah. Sedangkan cakupan budaya sekolah sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antarkomponen di sekolah.
Dalam Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa Kementerian Pendidikan Nasional (2010) juga disebutkan bahwa kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.
(Langgulung, 2007) mengatakan bahwa budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan normanorma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah. Sedangkan Tilaar (2000) mengungkapkan budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah.
(Wagner, 2004) mengatakan bahwa budaya sekolah bukanlah sebuah deskripsi demografis yang berhubungan dengan ras, sosial ekonomik atau metode-metode geografi.
Namun, tentang bagaimana orang-orang memperlakukan orang lain, bagaimana mereka menilai orang lain dan bagaimana mereka bekerja dan bersama-sama baik dalam perasaaan profesional maupun personal. dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah yang dilakukan dalam pengembangan karakter sebagai contoh bergotong royong, salam sapa, kerja keras, mandiri, bersahabat/komunikatif, peduli lingkungan, peduli sosial dan bertanggung jawab. Hal ini dapat memicu sikap disiplin, religius, rasa ingin tahu, cinta tanah air, dan peduli sosial. Beberapa saran agar pengembangan karakter siswa melalui budaya sekolah dapat terus dilakukan, diantaranya ialah:
- Program sekolah harus dilaksanakan berkesinambungan dan berkelanjutan dengan memperhatikan dinamika kebutuhan siswa dalam pengembangan karakternya.
- Pengembangan budaya sekolah agar lebih diintegrasikan kedalam pembelajaran dan kurikulum sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar