Kamis, 17 November 2022

Laut di Dalam Laut; Resensi Novel Laut Bercerita

 


Judul Buku                            : Laut Bercerita

Penulis Buku                         : Leila S. Chudori

Penerbit                                 : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Tahun Terbit                         : 2017

Jumlah Halaman                   : 379

ISBN                                       : 978-602-424-694-5

 

Dalam buku ini, Leila S. Chudori mengundang kita untuk menyelami kasus penghilangan orang secara paksa. Buku bergenre fiksi historis ini terdiri atas dua bagian. Bagian pertama mengambil sudut pandang seorang mahasiswa aktivis bernama Laut, menceritakan bagaimana Laut dan kawan-kawannya menyusun rencana, berpindah-pindah dalam pelarian, hingga tertangkap oleh pasukan rahasia. Sedangkan bagian kedua dikisahkan oleh Asmara, adik Laut. Bagian kedua mewakili perasaan keluarga korban penghilangan paksa, bagaimana pencarian mereka terhadap kerabat mereka yang tak pernah kembali. Juga tentang perasaan para korban selamat, bagaimana terpenjara nya mereka atas kejadian tersebut. penulis sendiri mewawancara langsung korban dan kerabat yang terlibat tragedi penculikan aktivis tahun 1998. Bahkan buku ini ditulis sebagai bentuk tribute bagi para aktivis yang diculik, yang kembali.

 

Sinopsis :

“Matilah engkau mati Kau akan lahir berkali-kali…”

Begitulah dua larik puisi yang menyambut kita di lembar pertama. Biru Laut Wibisono mulai bercerita kepada kita bagaimana ia menemui kematian setelah tiga bulan disekap.

“Bapak, Ibu, Asmara, Anjani, dan kawan-kawan… dengarkan ceritaku…”

Ia memulai kisah di tahun 1991 pada sebuah tempat bernama Seyegan, Yogyakarta. Seyegan tak lain merupakan markas Wirasena (organisasi mahasiswa) untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang menurut pemerintah adalah sebuah aktivitas terlarang. Terkisahlah kehidupan persahabatan antara Laut, Alex, Sunu, Daniel, Kinan, Julius, Dana, dan Gusti, serta aktivis-aktivis lainnya. Pada bab Seyegan, Laut bercerita tentang ketertarikan untuk meruntuhkan ketidakadilan yang dilakukan rezim pemerintahan saat itu. Terkadang ia berkisah bagaimana indahnya keluarga dan rindunya pada Asmara (adik semata wayang) dan Anjani (kekasih) tiba-tiba hadir bersama aroma tengkleng buatan Ibu dalam imajinasinya.

Peristiwa Blangguan, demi membela petani-petani jagung yang lahannya akan dirampas pemerintah, menjebloskan Laut ke dalam penjara. Ia dipukuli habis-habisan, diinjak dengan sesuatu bergerigi, dan disetrum. Setelah mereka tak mendapat jawaban, Laut dan kawan-kawannya dibuang begitu saja di Bungurasih.

“Di kampus kita hanya belajar disiplin berpikir, tetapi pengalaman yang memberi daya dalam hidup adalah di lapangan.” –Bram

Seringnya aktivitas-aktivitas mereka bocor kepada intel, seperti peristiwa Blangguan, demo di Surabaya, aktivitas di Klender dan acara seminar untuk membahas unjuk rasa yang gagal, membuat Laut dan kawan-kawannya mencurigai Naratama sebagai agen ganda. Hingga pada sepertiga ujung cerita, terkuaklah siapa sebenarnya agen ganda tersebut. Laut pun bercerita bagaimana sakitnya ia dikhianati dari orang yang tak pernah terduga sebelumnya.

“Kita harus belajar kecewa bahwa orang yang kita percaya ternyata memegang pisau dan menusuk punggung kita. Kita tak bisa berharap semua orang akan selalu loyal pada perjuangan dan persahabatan.” –Bram

Bulan Maret 1998 giliran mereka (para aktivis Wirasena) diculik, disiksa, dan diinterogasi dengan tidak manusiawi. Laut, Sunu, Kinan, Bram, Sang Penyair, dan beberapa kawan hilang tanpa jejak setelah disekap. Merek, yaitu Alex, Daniel, Naratama, Coki, Hamdan, dan lima orang lainnya dikembalikan masih dalam keadaan hidup. Hingga saat rezim itu runtuh di Mei 1998, mereka mulai mampu bersuara atas kekejaman yang mereka terima.

“Setiap langkahmu, langkah kita, apakah terlihat atau tidak, apakah terasa atau tidak, adalah sebuah kontribusi, Laut. Mungkin saja kita keluar dari rezim ini 10 tahun lagi atau 20 tahun lagi, tapi apapun yang kamu alami di Blangguan dan Bungurasih adalah sebuah langkah. Sebuah baris dari puisimu, sebuah kalimat pertama dari cerita pendekmu.” –Kinan

Cerita kemudian berlanjut dari sudut pandang Asmara Jati, adik dari Biru Laut dan kekasih Alex. Sebagai keluarga yang ditinggalkan sang kakak secara misterius, mereka sangat kehilangan. Kisah Asmara pun dimulai tahun 2000-an. Bersama keluarga aktivis-aktivis lainnya, Asmara bergabung dengan Aswin dan mencoba mencari keadilan pada pemerintah yang dirasa lebih peduli. Duka kehilangan membuat banyak keluarga hidup dalam penyangkalan. Mereka hidup dalam imajinasi dimana keluarga mereka yang hilang masih tetap ada dalam keseharian. Ayah mereka masih tetap menyiapkan empat piring dalam ritual makan malam bersama di hari Minggu. Memutar lagu yang menandai kehadiran Laut, membersihkan buku-buku dan kamar milik Laut, seolah-olah Laut akan datang secara tiba-tiba kelak.

 

Keunggulan :

Buku ini memberikan kita informasi mengenai kondisi HAM di Indonesia pada masa Orde Baru yang begitu miris, buku ini juga juga mengulas sejarah kelam yang tak tercatat dalam buku sekolah. Banyaknya tokoh dan karya literasi yang disebut di dalam buku ini juga dapat menjadi wawasan tambahan bagi pembaca, kutipan-kutipan bermakna di padukan dengan majas yang indah, membuat pembaca dapat merasakan emosi dari para tokoh. Alur maju mundur tiap bab yang digunakan tidak membuat pembaca bingung dan tidak merasakan “nanggung” ketika membaca, karena transisi antar alur di buat pas.

 

Kelemahan :

Dalam novel ini terdapat banyak bagian mengenai tokoh biru laut yang bercerita mengenai makanan, bagaimana kondisi ketika Ia atau kedua orangtunya sedang memasak, bagian ini terlalu banyak diperlihatkan di dalam cerita sehingga membuat pembaca menjadi bosan.

 

Penutup :

Buku ini memberikan perasaan sedih, emosional yang campur aduk, memberi hikmah agar teguh dengan pendirian, pantang menyerah, setia kawan, pantang berkhianat, dan memotivasi kita agar berjuang untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik. Walaupun termasuk dalam genre fiksi, novel ini tetap terasa nyata karena memang penculikan aktivis yang terajadi di dalam cerita memang benar terajadi. Novel ini cocok dinikmati oleh kalangan mahasiswa khususnya mahasiswa yang mengikuti organisasi-organisasi mahasiswa. Cerita yang penuh dengan emosi dipadukan dengan majas-majas yang indah membuat novel ini akan terus membekas di hati para pembaca.

 

            Penulis: Andi Ahmad Abrar Sao-Sao

            Editor: Alya Febriana Cipta

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resensi Lagu Pluto Projector By Rex Orange County

  Artis: Rex Orange County Dirilis: 2019 Album: Pony Genre: Alternatif/Indie Rsensi Lagu: Lagu ‘Pluto Projector’ milik Rex Orange ...