Judul :Dari Kirara Untuk Seekor Gagak
Penerbit : PT Gradia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2014
Jumlah Hak : 192
Cetakan : Pertama
ISBN :
978 – 602 – 03 – 0750 – 3
Erni
Aladjai merupakan penulis yang telah menghasilkan eberapa dan telah mengahrga
beberapa pengharagaan. Salah satunya adalah pemenang ke-3 JILFest tahun 2012
dengan buku bertajuk “Sampo Soie, Si Juru Masak”. Bukunya yang bertajuk “Dari
Kirara Untuk Seekor Gagak merupakan buku seni sastra yang berlatar belakang
Jepang, kebih tepatnya Kota Sapporo.
Sinopsis:
Mae
gadis Indonesia memulai kehidupan baru di Sapporo. Di Sapporo ia hanya memiliki
satu kawan, kakek Yoshinaga – tentangga apartemennya, yang selalu meminta dia
membacakan surat-surat cinta masa lalu. Mae bahagia, hari-harinya di Sapporo
tak terasa muram. Namun di suatu waktu, kakek Yoshinaga ditemukan wafat di
kamar mandi.
Kepergian
kakek Yoshinaga yang mendadak, mebuat hidup Mae jauh berubah. Dia kemudia
bertemu nenek Osano – seorang nenek Tangguh penjual mi ramen =. Dia bekenalan
dengan Tamia – seorang kawan yang ditabraknya. Tapi yang paling membuat
hidupnya semakin pahit-manis adalah Ketika da bertemu Ken, pemuda berantakan
dna bertingkah misterius yang tiba-tiba dating menempati apartemen kakek
Yoshinaga.
Ken
datang seperti seekor burung gagak. Membawa keburukan, kegelapan hidup
keluarganya., tapi di sisi lain dia juga membawa kebaikan buat Mae. Mengajarkan
Mae bahwa rasa sakir, rasa kehilangan, rasa bahagia adalah hidup yang
sesungguhya. Bahwa hidup adalah juga sebuah belantara.
Keunggulan Buku:
Novel
ini memiliki tema cerita yang sangat menarik. Pengambilan Kota Sapporo sebagai latar cerita menambah kesan
tersendiri bagi kalangan pembaca. Keunikan penulis yang menggambarkan hiruk
pikuk kota Sapporo yang tidak terlalu mendetail sudah cukup membuat para
membaca ikut berselancar di dalamnya. Bab-bab awal yang berfokus pada character
development tokoh utama menjadi awalan yang bagus sehingga tak membuat para
pembaca bingung.
Tokoh
Mae yang sealu positif serta tokoh Ken yang anti sosial menambah kesan yang
sangat serasi sebagai pasangan. Cara penggamaran Kakaek Yoshinaga yang pernah
menjadi tentara Jepang yang pernah bertugas di Indonesia membuat pembaca
penasaarn bagaimana sudut pandang Orang Jepang pada warga Indonesia saat itu.
Satu
hal terakhir yang menjadi daya tari novel ini juga adalah banyaknya kata-kata
bijak serta nasehat yang cukup memainkan emosi para pembaca. Tidak lupa bagian
dimana perjuangan Mae dalam menarik pengunjung ke kedai ramen dan inisiatif ken
untuk bermain saxofon menjadi salah satu favorit para pembaca.
Kekurangan Buku:
Awalan
cerita yang baik dan memanjakan mata nyatanya tidak menjamin memilki akhir yang
baik pula. Penulis sepertinya telah mengeluarkan seluruh tenaganya pada awal
cerita sehingga menampilkan ending yang agak memaksa dan cukup membuat para
pembara cengo dibuatnya.
Pembaca
yang dibuat menebak pembunuh dari ibu Ken adalah Jutaro adalah salah besar.
Nyatanya pelaku yang dicari-cari adalah tak lain merupakan ayah dari Ken itu
sendiri. Bagaiman cara ayah Ken yang memilih menghilangkan nyawanya sendiri
tanpa memberitahun anaknya apa yang terjadi seolah-olah ingin menimbulkan kesan
“mencuci tangan”, yang aslinya dalang sang anak dan tokoh lainnya menderita
sejak dulu.
Selain
itu, tokoh Mae yang digambarkan menjadi tokoh lugu dan tidak pernah berhubungan
dengan pria juga bertolak belakang dengan bagaimana Mae menerima dengan gampang
tokoh Ken yang nyatanya telah membunuh orang.
Penutup:
Disamping
memiliki ending yang mungkin saja agak “absurd”, penulisan cerita yang tertata
rapi serta adegan romantis yang anti mainstresam sudah cukup menjadi novel yang
direkomendasian bagi para remaja serta penikmat buku bergenre romansa. Dan
itulah yang menjadi akhir dari resensi Novel berjudul Kirara dari seorang Gagak
kali ini.
Penulis: Reski Alya Pasrun
Editor: Alya Febriana Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar