Pendidikan Menurut UU Sisdiknas adalah “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sendiri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Pndkarakter; 2012). Pendidikan menurut UNESCO “education is now engaged is preparing-ment for a life society which does not yet exist” (bahwa pendidikan itu sekarang adalah untuk mempersiapkan manusia bagi suatu tipe masyarakat yang masih belum ada), jadi menurut UNESCO sistem pendidikan mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pengalihan nilai kebudayaan (transfer of culture value). Oleh sebab itu, pendidikan saat ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh pendidikan masa lalu, kebutuhan sekarang, maupun masa depan.
Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia selalu dilakukan oleh pemerintah demi mencapai tujuan pendidikan yang maksimal dan telah diamanatkan pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berbagai program terus direalisasikan oleh pemerintah agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, seperti penyempurnaan orientasi pendidikan merdeka belajar, kurikulum merdeka dan penguatan profil pelajar Pancasila. Bentuk-bentuk peningkatan kualitas pendidikan tersebut diharapkan mampu membentuk karakter peserta didik Indonesia yang lebih baik kedepannya, Snyder et al., (2012). Tentunya peningkatan karakter juga harus diimbangi dengan penerapan strategi pembelajaran yang mempu mengembangkan nilai-nilai dari profil pelajar Pancasila. Penerapan strategi yang kreatif dan inovatif dalam pelaksanaan pendidikan dapat menjembatani terwujudnya sekolah yang berprestasi, (Seechaliao, 2017). Sehubungan dengan itu, untuk mewujudkan nilai-nilai karakter Pancasila Pemerintah juga terus memperbaharui standar pendidikan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (2022). Tapi pada dasarnya semua peraturan yang dikeluarkan pemerintah semata-mata hanyalah bertujuan agar pendidikan Indonesia terus meningkat dan maksimal.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan bahwa transformasi pendidikan dapat dimulai dengan menempatkan kembali karakter sebagai ruh atau dimensi terdalam pendidikan nasional yang berdampingan dengan intelektualitas yang tecermin dalam kompetensi. Dengan karakter kuat beserta kompetensi yang tinggi, akan bisa menghasilkan pendidikan yang baik. Ada lima nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai karakter yang perlu dikembangkan sebagai prioritas. Salah satunya nilai karakter integritas, yaitu mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang akan selalu dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Tinjauan integritas dalam konteks pendidikan dikenal dengan sebutan integritas akademik (academic integrity). Istilah integritas akademik banyak digunakan sebagai proxy untuk perilaku siswa, terutama yang berkaitan dengan plagiarism dan kecurangan (Macfarlane dkk, 2012). The International Center for Academic Integrity (ICAI, 2014) mendefinisikan integritas akademik sebagai komitmen pada lima nilai-nilai fundamental yaitu: kejujuran (honesty), kepercayaan (trust), keadilan (fairness), menghargai (respect), dan bertanggung jawab (responsibility). Dengan adanya kelima nilai ini, ditambahkan keberanian (courage) untuk bertindak dalam menghadapi kesulitan yang merupakan hal mendasar bagi akademik. Selanjutnya, The Center Academic Integrity Fisher College di Boston (Gabriella dkk. 2012) menjelaskan integritas akademik adalah sebuah komitmen, bahkan dalam menghadapi kesulitan, yang memiliki lima nilai dasar yaitu kejujuran, kepercayaan, keadilan, menghargai, dan tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut mengalirkan prinsip perilaku yang memungkinkan komunitas akademik untuk menerjemahkan ide, pikiran, atau cita-cita ke dalam tindakan. Namun, masih terdapat banyak kasus dalam kehidupan bersekolah di Indonesia yang berhubungan dengan pudarnya nilai-nilai integritas beberapa diantaranya;
Academy Respect yaitu aksi bullying. Menurut Astuti (2008) pelaku bullying biasanya agresif baik secara verbal maupun fisikal, ingin popular, sering membuat onar, mencari-cari kesalahan orang lain, pendendam, iri hati, hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial di sekolahnya. Selain itu pelaku bullying juga menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah atau di sekitarnya, merupakan tokoh popular di sekolahnya, gerak geriknya sering kali dapat ditandai dengan sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, dan menyepelekan/ melecehkan. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio mendefinisikan school bullying sebagai “Perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok pelajar yang memiliki kekuasaan, terhadap pelajar lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut”. Aksi lainnya adalah masalah perselisihan di sekolah yang merupakan kelanjutan dari krisis rasa menghargai antar sesama siswa. Pihak yang merasa hebat menjadi berselisih dengan kelompok siswa yang merasa dirugikan.
Academy Honesty yaitu aksi ketidakjujuran akademik/menyontek. Perilaku menyontek atau disebut juga dengan ketidakjujuran akademik, menjadi isu yang sangat diperhatikan oleh para
dosen/guru dan praktisi pendidikan. Hal ini dikarenakan beberapa penelitian yang secara konsisten menunjukkan jumlah siswa dan mahasiswa yang melakukan kecurangan akademik (Smith dkk, 1998; Grijalva dkk, 2006). 72,6% siswa telah menyontek pada ujian dengan pilihan ganda (Semerci, 2006). 41,1% saling memberitahu, dan 38,4% melihat jawaban temannya. Salah satu penyebab ketidakjujuran adalah dorongan eksternal dan internal (Mazar, dkk 2008). Dorongan eksternal berupa harapan akan keuntungannya. Individu menyontek karena mengharapkan keuntungan dalam bentuk nilai yang akan diperolehnya akan menjadi lebih baik. Kedua adalah dorongan internal berupa konsep kejujuran dalam dirinya. Perilaku menyontek berkaitan dengan keputusan seseorang untuk jujur didasari oleh penghargaan dalam dirinya. Dalam hal ini, secara internal individu akan senantiasa dihadapkan pada pilihan untuk memperoleh keuntungan dari menyontek atau mengembangkan konsep diri yang positif untuk jujur. Hal ini karena perilaku menyontek sebagai perilaku tidak jujur sangat berhubungan dengan konsep diri individu tentang nilai kejujuran dalam dirinya, maka salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pentingnya pengembangan kejujuran akademik siswa.
Berbagai faktor yang datang bisa menjadi alasan untuk individu melakukan pelanggaran akademik, baik itu dari dalam maupun dari luar diri siswa. Motivasi dari dalam diri sangat diperlukan agar seorang individu untuk tetap berkomitmen dalam memelihara integritas akademiknya.
Diharapkan setiap sekolah di Indonesia memberikan bimbingan moralitas dan pendidikan karakter untuk siswanya. Perlu adanya kerja sama harmonis antara siswa dan guru bimbingan Konseling. Serta, pentingnya peran guru di sekolah untuk memantau sikap siswa di luar maupun di dalam kelas untuk tercapainya tujuan pendidikan yang maksimal dengan nilai karakter integritas.
Daftar Pustaka
Christina, K. (2017). UPAYA MENINGKATKAN INTEGRITAS DAN FOKUS DALAM . Vol.2, No.1 JURNAL IDEGURU , 63-70.
Fitri, S. (2016). Peran Kejujuran Akademik (Academic Honesty) dalam Pendidikan Karakter. Vol 6 No 1 Jurnal Khatulistiwa – Journal of Islamic Studies, 87-100.
Halim, R. A. (2017). P E N D I D I K A N K A R A KTE R A DA L A H . Vol. 1, No. 1, 113-128.
Nunuk, S. (2015). KASUS BULLYING DALAM KALANGAN PELAJAR . Vol 5 No.2 Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara – Fakultas Hukum Universitas Suryadarma, 57-70.
Ruzika, H. (2021). PENTINGNYA INTEGRITAS AKADEMIK. Vol. 1, No. 2 Journal of Education and Counseling, 115 - 124.
Sulastri Sulastri, S. S. (2022). Penguatan pendidikan karakter melalui profil pelajar pancasila . Vol.7, No.3 JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia), 413-420.
ZAKIYAH ELA ZAIN, H. S. (2017). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REMAJA DALAM MELAKUKAN . Vol 4 No: 2 Jurnal Penelitian & PPM, 129 - 389.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar