Akhir-akhir
ini perhatian dan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan hidup
semakin berkurang. Tidak dapat disanggah bahwa adanya kerusakan alam disebabkan
oleh ulah manusia sendiri dalam kaitannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan
sumber-sumber alam yang cenderung bersifat eksploitatif dan destruktif.
Terjadinya
kekeringan, tanah-tanah tandus, erosi tanah, hilangnya pohon pelindung, banjir,
tanah longsor, pencemaran atmosfir, air, tanah, dan merosotnya kesuburan serta
struktur tanah, degradasi tanah (penurunan kualitas tanah), perubahan iklim,
semua itu semestinya menyadarkan manusia bahwa alam atau lingkungan hidup di
mana mereka tinggal ini terancam kelestariannya. Semua ulah manusia yang hanya
mengeksploitasi alam demi keuntungan (ekonomis) semata, tanpa memerdulikan
kesehatan alam ciptaan dan kelestarian serta keberlangsungnya untuk jangka
panjang di masa depan, akan berakibat negatif bahkan bisa fatal, yaitu merusak
tatanan ekosistem. Alam menjadi tidak ramah dan bersahabat dengan manusia. Alam
tidak menjadi tempat yang memberikan kenyamanan dan ketentraman untuk manusia
menyelenggarakan hidup. (Stevanus)
Pelestarian
alam seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan
bahwa ``Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain’’. Salah satu amanat UU No.32 Tahun 2009 untuk perlindungan
dan pengelolaan lingkungan tertulis di Bab II pasal 2 huruf l menyatakan bahwa
kearifan lokal dapat dijadikan azas untuk tujuan tersebut. Lebih teknis diatur
juga dalam PP No.108 tahun 2015 pasal 36 disebutkan pemanfaatan alam untuk dimanfaatkan
masyarakat setempat terdapat pada poin 1 butir f.
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH) menurut UU no 32 tahun 2009 pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum.
Salah
satu masalah kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup yaitu hasil dari pertambangan batubara salah
satu sebabnya dikarenakan lemahnya pengawasan baik preventif maupun represif
yang dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, pengawasan tidak
berjalan optimal (Sardjito, 2016). Guna mencegah terjadinya permasalahan dalam
pengelolaan lingkungan hidup, diperlukan sebuah pengawasan yang eligible
(memenuhi syarat) dan dilengkapi dengan perangkat hukum sebagai dasar
pengawasan itu sendiri.
Dalam
pengelolaan lingkungan hidup, upaya utama yang harus dilakukan adalah
pencegahan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup, bukan penanggulangan
pencemaran yang telah terjadi, sesuai dengan prinsip yang menyatakan “an ounce of prevention is worth a pound of
cure”. Salah satu tindakan preventif yang menjadi prinsip dalam Hukum
Administrasi Negara adalah melalui prosedur perizinan. Fungsi preventif dari
kegiatan usaha yang bersinggungan dengan lingkungan hidup diwujudkan dalam
bentuk izin lingkungan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
Selanjutnya izin lingkungan menjadi syarat utama untuk mengeluarkan izin usaha
yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam, contohnya izin usaha pertambangan
mineral dan batubara.
Bibliography
Listiani, N., Hayat, M. A., & Mandala, S.
(2018). Penormaan Pengawasan Izin Lingkungan dalam Pencegahan Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan Hidup dalam Eksploitasi Sumber Daya Alam. Media Hukum,
217-227.
Stevanus, K. (n.d.). Pelestarian Alam sebagai
Perwujudan Mandat Pembangunan: Suatu Kajian Etis-Teologis. Jurnal Teologi
dan Pendidikan Agama Kristen, 94-108.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar