Teknologi
pada era globalisasi saat ini menjadi sesuatu hal primer yang tingkat
konsumsinya terus meningkat setiap harinya. Contohnya, dengan mengamati
aktivitas sejak bangun tidur. Tanpa sadar, hal yang pertama kali kita lakukan adalah
memeriksa ponsel. Kebiasaan ini menunjukan mulai adanya ketergantungan manusia
pada teknologi ponsel. Tidak dapat dipungkiri, cepatnya transfer teknologi pada
era ini yang disebabkan adanya internet menyebabkan lahirnya berbagai macam
aplikasi yang bertujuan untuk memudahkan kehidupan manusia itu sendiri. Rob
Brown memberikan pernyataan bahwa internet telah membawa manusia modern kedalam
suatu proses komunikasi yang lebih berarti dibandingkan dengan media lainnya
(Brown, 2009).
Dampak
yang paling mencolok dari penggunaan media sosial adalah maraknya penggunaan
media sosial di kalangan anak muda atau yang lebih dikenal dengan anak remaja, Remaja ialah masa perubahan atau
peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis,
perubahan psikologis, dan perubahan sosial (Sofia & Adiyanti, 2013). Media
sosial membuat anak remaja cenderung mengalihkan kegiatan sosial mereka dalam
bentuk interaksi dengan media sosial. Sehingga, beberapa dari mereka mungkin
akan mengalami kekurangan kecakapan dalam bersosialisasi di dunia nyata.
Keberadaan
media sosial dapat membantu remaja mengembangkan keterampilan komunikasi,
berteman, mengejar bidang minat, dan berbagi pemikiran dan ide. Namun di sisi
yang lain, media sosial memiliki dampak negatif pada remaja yaitu selain dapat
mempengaruhi ksehatan mental, media sosial juga dapat berpotensi menimbulkan
sifat iri, dapat memicu rasa cemas, hilangya privasi, munculnya budaya cyber-bullying,
dan dapat mempengaruhi kualitas tidur. National Institute of Mental Health melaporkan
bahwa penggunaan media sosial dapat meningkatkan risiko gangguan mental pada
remaja usia 18–25 tahun.
Tiga
platform media sosial paling populer di kalangan remaja adalah YouTube
(digunakan oleh 85 persen remaja, menurut survei 2018 Pew Research Center),
Instagram (72 persen) dan SnapChat (69 persen). Menurut laporan 2018 yang
dikeluarkan oleh GlobalWebIndex, orang berusia 16–24 tahun menghabiskan
rata-rata tiga jam menggunakan media sosial setiap hari. Penelitian yang
dilaporkan dalam jurnal JAMA Psychiatry menemukan bahwa remaja yang menggunakan
media sosial lebih dari tiga jam per hari berisiko tinggi terhadap masalah
kesehatan mental terutama masalah internalisasi alias citra diri. Media sosial
memang memiliki efek positif pada anak-anak dan remaja, baik dengan mengajarkan
keterampilan sosial, memperkuat hubungan, maupun hanya bersenang-senang. Namun,
penggunaan terus-menerus dari platform ini juga dapat memiliki dampak negatif,
terutama pada kesehatan mental dan kesejahteraan pengguna muda. Faktanya adalah
di media sosial remaja juga mengalami perlakuan buruk. Survei Pew Research
Center tahun 2018 tentang remaja Amerika Serikat (AS), menunjukkan bahwa satu
dari enam remaja telah mengalami setidaknya satu dari enam bentuk perilaku
penganiayaan online mulai dari
· -Panggilan nama (42
persen).
· -Menyebarkan rumor palsu
(32 persen).
· -Menerima gambar
eksplisit yang tidak diminta (25 persen).
· -Mendapatkan ancaman
fisik (16 persen).
Hal
yang membuat kondisi ini semakin buruk adalah ketika remaja menganggap hal-hal
negatif yang terjadi di media sosial sebagai hal yang lumrah dan “risiko” dari
bermain di media sosial. Jika hal ini terus dibenarkan, maka dapat memicu
masalah yang lebih serius lagi. Bukan tak mungkin remaja yang menjadi korban
penganiayaan di online justru malah melakukan hal yang sama kepada orang lain.
Menggunakan media sosial dengan cara yang cerdas adalah salah satu upaya
membentengi diri dari dampak negatif konsumsi media sosial terhadap kesehatan
mental.
Oleh
karena itu, upaya yang harus kita lakukan untuk mencegah dampak negatif dari
penggunaan media sosial oleh remaja dimulai dengan mendidik remaja tentang
bahaya yang diberikan oleh media sosial. Salah satu cara paling efektif lainnya
adalah memastikan penggunaan media sosial remaja memiliki dampak positif pada
kehidupan. Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Social and
Clinical Psychology menemukan bahwa mahasiswa sarjana yang membatasi waktu
mereka di Facebook, Instagram, dan SnapChat, hingga 10 menit setiap hari atau
total 30 menit penggunaan untuk semua media sosial umumnya memiliki citra diri
yang lebih positif. Para siswa yang membatasi penggunaan media sosial
mereka hingga 30 menit sehari melaporkan lebih sedikit depresi dan kesepian
setelah tiga minggu. Selain itu, ada peningkatan mood yang mengurangi tingkat
depresi. Para remaja umumnya menjadikan media sosial sebagai pembanding
diri dan orang lain. Ini dapat merusak citra diri yang sehat. Banyak perempuan merasa
penampilannya buruk saat melihat penampilan orang-orang di media sosial. Tantangan
terbesar buat orangtua zaman sekarang adalah memastikan anak-anak remajanya
menggunakan media sosial secara positif. Seringkali pola konsumsi media sosial
pada remaja justru menyontoh orangtuanya. Ketika orangtua lebih banyak
menghabiskan waktu di gadget dan jarang mengajak anaknya terlibat dalam
aktivitas di dunia nyata, maka anak-anak akan lebih banyak menghabiskan waktu
di dunia online.
Editor: Muh. Nuruddin Y.A.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar