Olahraga dimanfaatkan sebagai sarana untuk mempengaruhi hubungan diplomatik, sosial dan politik. Olahraga dan politik memiliki dampak positif dan negatif implikasi atas sejarah. Olahraga juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan untuk membangun hubungan yang terus menguat antar negara, federasi olahraga dan atlet yang membantu mendukung perdamaian dunia, seperti Penyelenggaraan Piala Dunia FIFA (FIFA WORLD CUP) 2010 di Afrika Selatan yang digunakan untuk “membersihkan” citra Afrika Selatan yang dulu dikenal sebagai negara “Apartheid” dan juga digunakan sebagai media bagi Afrika Selatan untuk bergabung dan diterima secara terbuka di tatanan komunitas internasional.
Peristiwa Piala Dunia mengalami perkembangan dari masa ke masa. Piala Dunia bukan lagi sekedar acara pertandingan sepakbola untuk memperebutkan trofi. Konsep kepentingan dapat ditemukan dan dicapai melalui acara olahraga terbesar di dunia tersebut. Qatar yang dilatar belakangi dengan status negara kaya di dunia namun memiliki wilayah yang kecil dan iklim ekstrim pada musim panas maju sebagai penyelenggara tuan rumah Piala Dunia.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah sepakbola, FIFA akan menyelenggarakan Piala Dunia di kawasan Timur Tengah. Qatar, sebuah negara kecil yang terletak di jantung Teluk Persia ditetapkan oleh FIFA sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 melalui hasil voting di Zurich, Swiss pada tahun 2010 silam. Qatar menetapkan tujuh Kota Tuan Rumah dan 12 stadion sebagai lokasi penyelenggaraan, sehingga memenuhi persyaratan minimum FIFA untuk acara tersebut. Perkembangan pembangunan sarana dan infrastruktur pendukung juga sudah mulai dibangun di daerah-daerah yang akan menjadi lokasi penyelenggaraan Piala Dunia FIFA Qatar 2022. Pekerjaan Tiga dari 12 stadion akan direnovasi, dan sembilan akan dibangun. Pekerjaan konstruksi yang signifikan melibatkan pertimbangan manfaat, terutama dalam hal kesiapan stadion, pengujian dalam kondisi yang sebanding dengan Piala Dunia FIFA dan penerapan iklim- tindakan pengendalian di stadion berukuran FIFA World Cup. Anggaran pembangunan dan renovasi stadion sekitar USD 3 miliar telah diproyeksikan.
Qatar selalu berusaha menunjukkan peran yang menonjol dan efektif dalam olahraga, dan telah banyak berinvestasi dalam olahraga, Qatar sebelumnya pernah menjadi penyelenggara event besar olahraga internasional seperti seperti Asian Games tahun 2006, Arab Games tahun 2011, Piala Asia 2011, Kejuaraan Bola Tangan Dunia pada 2015 dan Kejuaraan Bersepeda Dunia pada 2016, Piala Dunia antar klub tahun 2019 serta perlombaan yang biasa diadakan tiap tahun di Qatar Moto Grand Prix.
Dalam persiapan penyelenggaraan Piala Dunia Qatar menghadapi isu dan tantangan terkait dengan penyelenggaraan Piala Dunia 2022 mendatang antara lain:
Pertama, jadwal penyelenggaraan. Dalam persiapan penyelenggaraan Piala Dunia Qatar menghadapi isu dan tantangan terkait dengan penyelenggaraan Piala Dunia 2022 mendatang, yaitu Piala Dunia FIFA yang selalu diadakan pada kalender Juni – Juli, Pada Piala Dunia FIFA 2022 di Qatar tidak akan diadakan pada bulan Juni atau Juli. Turnamen akan diselenggarakan pada November hingga pertengahan Desember, dalam pengurangan jangka waktu sekitar 28 hari. Hal tersebut disiasati dikarenakan suhu di Semenanjung Arab mencapai suhu sekitar 40 ° C, dimana hal tersebut bisa menjadi risiko kesehatan yang serius bagi sebagian pemain. Di sisi lain, hal tersebut sangat membahayakan kemungkinan penonton yang akan datang dari seluruh dunia. Panitia penyelenggara Piala Dunia di Qatar sebelumnya telah menyatakan bahwa mereka akan membangun stadion menggunakan pendingin udara untuk meminimalkan persoalan tersebut. Namun Qatar tetap tidak dapat mengondisikan untuk mengamankan suhu yang lebih rendah di luar stadion sepak bola. Hal itu tidak dapat direalisasikan sehingga penyelenggaraan Piala Dunia mundur dari jadwal biasanya pada November - Desember. Jadwal penyelenggaraan Piala Dunia yang bergeser pun sebelumnya banyak yang tidak menyetujui karena hal tersebut dapat berakibat pada jadwal penyelenggaraan turnamen liga yang rutin diadakan tiap tahun.
Kedua, tuduhan pemggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Qatar yang memiliki penduduk sekitar 2 juta membuat Qatar harus membutuhkan pekerja yang sangat banyak, hal tersebut membuat Qatar mencari pekerja migran. Menurut laporan Amnesti International tentang kondisi kerja di lokasi pembangunan untuk Piala Dunia 2022 mengungkapkan banyak praktik eksploitasi oleh mereka yang mengawasi proyek multi-miliar dolar. Amnesti Internasional menuduh 4
subkontraktor yang bertanggung jawab atas konstruksi memanfaatkan pekerja migran, memaksa mereka untuk bekerja berjam-jam melalui kondisi yang keras dan, kadang-kadang, bertentangan dengan keinginan mereka. Dalam dua investigasi berbeda tentang kondisi kerja para pekerja migran ini, para wartawan menemukan kondisi yang jauh di bawah standar manusia. Pekerja dikatakan telah ditempatkan di komunitas yang sarat kemiskinan, sering kali tanpa fasilitas dasar seperti air mengalir, saluran pembuangan limbah atau listrik. Amnesti Internasional juga melaporkan bahwa hampir semua pekerja dibayar dengan gaji lebih rendah daripada ketika mereka direkrut. Mereka yang memilih untuk bertahan sering mengalami lingkungan yang keras, bekerja melebihi waktu yang ditetapkan pemerintah federal untuk konstruksi. Laporan tersebut mencatat bahwa pengusaha gagal untuk melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja secara memadai, telah dilaporkan oleh media dan beberapa organisasi hak asasi manusia.
Ketiga, isu korupsi dan penyuapan yang melatar belakangi penunjukkan FIFA 2022 di Qatar Pada 2011. . Mohammed bin Hammam telah melobi untuk alokasi Piala Dunia FIFA ke-22 di Qatar hanya satu tahun sebelum Qatar memenangkan suara. The Sunday Times memperoleh jumlah yang besar dokumen, terutama e-mail, surat dan salinan transfer bank yang menghukum Mohammed bin Hammam karena merusak pejabat FIFA lainnya di untuk mendukung pencalonan Qatar menjadi tuan rumah kejuaraan. Pembayaran ini bernilai 5 juta dolar. Suap tidak hanya ditujukan kepada anggota eksekutif FIFA dengan hak memilih, mereka juga diarahkan ke pejabat lainnya - tanpa hak untuk memilih.
Keempat, Larangan kampanye LGBT+ selama gelaran piala dunia di Qatar. kebijakan LGBT. Hukum Perdata No. 11 menjanjikan penjara satu sampai tiga tahun untuk perzinahan perempuan, sodomi laki-laki, dan 'ilegal' atau tindakan tidak bermoral’ oleh siapa pun, serta yang mendorong atau merayu untuk tujuan itu. Hukum Syariah mengesahkan hukuman mati bagi pria Muslim yang melakukan homoseksual, meskipun kebijakan Qatar saat ini tentang hukuman mati bersifat ambigu. Larangan kampanye LGBT+ ini banyak mendapat pertentangan dari berbagai negara dengan dalih Hak Asasi Manusia. Hal ini mengakibatkan 3 negara besar yaitu Inggris, Jerman, dan Denmark mengancam akan meniggalkan FIFA, Panitia piala dunia Qatar juga membuat regulasi
mengenai larangan kampanye LGBT+ dalam bentuk apapun. Salah satunya mengecam jika ada pemain yang mengkampanyekan LGBT+ dengan menggunakan ban kapten berwarna pelangi akan di sanksi berupa
o yang diambil oleh Qatar tak terlepas dari kepentingan-kepentingan yang ingin merkartu kuning.
Dengan segala problematika yang melanda tersebut, tak menghalangi semangat Qatar dalam menyelanggarakan mega sport even ini, tentu saja segala pergerakan berani dan beresikeka capai. Dengan menggunakan konsep dari Donald E. Nuechterlain dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 kepentingan utama antara lain: Economic Interest yaitu melalui penyelenggaraan event tersebut Qatar mendapatkan keuntungan melalui datangnya turis dari mancanegara, World Order Interest yaitu Qatar dapat mendapatkan branding nation sebagai dampak dari penyelenggaraan event tersebut, serta Ideological Interest yaitu Qatar dapat mengukuhkan diri sebagai negara terbaik di antara anggota negara Teluk lainnya.
(Peltz-Steele, 2016)
(04, 2022)
Penulis: A. Ahmad Abrar Sao Sao
Editor: Waode Alifya Fatimah Azzahroh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar